TARJAMAH,
TAFSIR DAN TAKWIL
A.
Pendahuluan
Al-Qur’an adalah sebuah
kitab suci yang abadi untuk semua masa, sedangkan hukum-hukumnya berlaku untuk
semua manusia. Karena itu, berlaku baik orang yang hadir pada waktu ia turun
maupun yang tidak. Ia sesuai untuk masa yang lalu dan masa yang akan datang,
sebagaimana ia sesuai dengan masa yang sekarang.
Al-Qur’an adalah sumber ajaran
islam, kitab suci ini menempati posisi sentral, bukan saja dalam perkembangan
dan pengembangan ilmu-ilmu keislaman, tetapi juga merupakan inspirator, pemandu
dan pemadu gerakan-gerakan umat islam sepanjang empat belas abad pergerakan
umat ini.
Jika
demikian itu halnya, maka pemahaman terhadap aya-ayat Al-Qur’an,melalui
penafsiran-peanafsirannya mempunyai peranan yang sangat besar bagi maju
mundurnya umat, sekaligus, penafsiran-penafsiran itu dapat mencerminkan
perkembangan serta corak pemikiran mereka.
Agama
islam yang mengandung jalan hidup manusia yang paling sempurna dan memuat
ajaran yang menuntn uamt manusia kepada kebahagiaan dan kesejahteraan, dapat
diketahui dasar-dasar perundang-undangannya melalui Al Qur’an. Al-Qur’an adalah
sumber utama dan mata air yang
memancarkan ajaran islam yang mengandung serangkaian pengertian tentang akidah,
pokok-pkok akhlak dan perbuatan dapat dijumpai sumbernya yang asli dalam ayat
Al-Qur’an. Allah berfirman
¨bÎ)
#x»yd
tb#uäöà)ø9$#
Ïöku
ÓÉL¯=Ï9
Ïf
ãPuqø%r&
çÅe³u;ãur
tûüÏZÏB÷sßJø9$#
tûïÏ%©!$#
tbqè=yJ÷èt
ÏM»ysÎ=»¢Á9$#
¨br&
öNçlm;
#\ô_r&
#ZÎ6x.
ÇÒÈ
Artinya: Sesungguhnya Al Qur’an Ini memberikan
petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada
orang-orang Mu'min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala
yang besar.[1]
4
$uZø9¨tRur øn=tã |=»tGÅ3ø9$# $YZ»uö;Ï? Èe@ä3Ïj9 &äóÓx« Yèdur ZpyJômuur 3uô³ç0ur tûüÏJÎ=ó¡ßJù=Ï9 ÇÑÒÈ
Artinya:
Dan kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu
dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri[2]
Al-Qur’an
Al-Karim, yang merupakan sumber utama ajaran Islam, berfungsi sebagai “petunjuk
kejalan yang sebaik-baiknya”
ô`tBur ôM¤ÿyz ¼çmãYκuqtB y7Í´¯»s9'ré'sù tûïÏ%©!$# (#ÿrãÅ¡yz Nåk|¦àÿRr& $yJÎ/ (#qçR%x. $uZÏG»t$t«Î/ tbqßJÎ=ôàt ÇÒÈ
Artinya: Dan siapa yang ringan timbangan kebaikannya, Maka
Itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri, disebabkan mereka selalu
mengingkari ayat-ayat kami.
Demi kebahagian hidup manusia di dunia
dan akhirat. Petunjuk-petunjuk tersebut banyak yang bersifat umum dan global,
sehingga penjelasan dan penjabarannya dibebankan kepada Nabi Muhammad SAW.
Dikarenakan
Al-Qur’an masih bersifat umum dan global serta banyaknya ayat-ayat yang
musybbihat/ mutsyabih membuat Al-Qur’an perlu dikupas dan di[elajari terkait
apa yang ada dalam balik ayat tesebut untuk lebih mudah mempelajari isi dari
kandungan Al-qur’an tersebut. Sehingga banyak ilmu yang dimunculkan dari
Al_qur’an itu sendiri. Seperti Tarjamh, tafsir dan takwil. Sekilas kata-kata
tersebut memilik kesamaan, akan tetapi sangat jauh berbeda. Maka dari itu
disini [enulis mencoba untuk sedikit menjelaskan apa yang dimaksud dengan terjemah, tafsir .dan takwil.
B.
Defenisi tarjamah, tafsir dan takwil
1.
Defenisi tarjamah
Arti
tarjamah menurut bahasa adalah salinan dari suatu bahasa ke bahasa yang lain
atau mengganti, menyalin, memindahkan kalimat dari suati bahasa ke bahasa yang
lain. Adapun yang dimaksud dengan tarjamah Al-Qur’an adalah seperti yang
dikemukakan oleh Ash Shabuni:
“Memindahkan
Al-Qur’an ke bahasa lain yang bukan bahasa arab dan mencetak terjemah ini
kedalam beberapa naskah untuk dibaca orang yang tidak mengerti bahasa arab
sehingga ia dapat memahami kitab Allah dengan perantara terjemah itu.[3]
Pada dasarnya ada tiga corak
penerjemahan, yaitu:
a.
Terjemah maknawiyah tafsiriyah, yaitu menerangkan
makna atau kalimat dan mensyarahkannya, namun tidak terikat oleh leterleknya,
melainkan oleh makna dan tujuan kalimat aslinya. Terjemah semacam ini (dengan
corak lain) sinonim dengan tafsir.
b.
Terjemah harfiyah bi al mistli, yaitu menyalin atau
mengganti kata-kata dari bahasa asli dengan kata sinonimnya (murodif)-nya
kedalam bahasa baru dan terikat oleh bahasa aslinya.
c.
Terjemah harfiyah bi dzuni al mitsli, yaitu menyalin
atau mengganti kata-kata bahasa asli kedalam bahasa lain dengan memperhatikan
urutan makna dan segi sastranya, menurut kemampuan penerjemahnya
Dalam menerjemahkan Al-Qur’an,
hendaknya memenuhi syarat-syarat sebagai berikut.
a.
Penerjemah hendaknya mengetahui bahasa asli dan bahasa
terjemah
b.
Penerjemah mampu mendalami dan menguasai uslub-uslub dan
keistimewaan- keistimewaan bahas yang
diterjemahkan.
c.
Sighat (bentuk) terjemahannya benar dan apabila dituangkan
kembali ke dalam bahasa aslinya tidak terdapat kesalahan.
d.
Terjemahan itu harus mewakili arti dan maksud bahasa asli
dengan lengkap dan sempurna.
2.
Defenisi tafsir
Penafsiran
Al-Qur’an setelah Rasulullah wafat dirasakan sangat penting dan perlu ketika
terjadi kasus-kasus hukum yang sebelumnya tidak pernah ada di zaman Rasulullah.
Maka, segera diperlukan istinbath hukum dikalangan mereka. Mereka pun
kadang-kadang berbeda pendapat, ealaupun dalam kasus yang sama.
Kata tafsir
diambil dari kata fassara-yufassiru-tafsiran yang berarti keterangan atau
uraian. Al-Jurjani berpendapat bahwa kata tafsir menurut peengertian bahasa
adalah al-kasyf wa al-izhar yang artinya menyingkap (membuka) dan melahirkan.[4]
Pada
dasarnya pengertian tafsir berdasarkan etimologis, berrti membuka sesuatu yang
tertutup atau membuka makna dari kata yang sulit untuk dipahami. Adapun makna
tafsir secara terminologis ialah ilmu untuk memahami kitab suci Al-Qur’an sehinngga
jelaslah makna, hukum, dan hikmah yang terkandung didalamnya. Dengan demikian,
tafsir atau ilmu tafsir adalah salah satu cabang disiplin ilmu agama islam.
Sejalan
dengan huku alam, bahwa Allah mengutus Rasulnya dengan menggunakan bahasa arab.
!$tBur $uZù=yör& `ÏB @Aqߧ wÎ) Èb$|¡Î=Î/ ¾ÏmÏBöqs% úÎiüt7ãÏ9 öNçlm; ( @ÅÒãsù ª!$# `tB âä!$t±o Ïôgtur `tB âä!$t±o 4 uqèdur âÍyèø9$# ÞOÅ3ysø9$# ÇÍÈ
Artinya: Kami tidak mengutus seorang
rasulpun, melainkan dengan bahasa kaumnya supaya ia dapat memberi penjelasan
dengan terang kepada mereka. Maka Allah menyesatkan siapa yang dia kehendaki,
dan memberi petunjuk kepada siapa yang dia kehendaki. dan Dia-lah Tuhan yang
Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.[5]
Al
Quran diturunkan dalam bahasa Arab itu, bukanlah berarti bahwa Al Qu'an untuk
bangsa Arab saja tetapi untuk seluruh manusia.
Disesatkan
Allah berarti: bahwa orang itu sesat berhubung keingkarannya dan tidak mau
memahami petunjuk-petunjuk Allah. dalam ayat ini, Karena mereka itu ingkar dan
tidak mau memahami apa sebabnya Allah menjadikan nyamuk sebagai perumpamaan,
Maka mereka itu menjadi sesat.[6]
Secara
alamiah, pemahamn Nabi Muhammad SAW terhadap Al-Qur’an bersifat umum dan rinci.
Karena, Nabi mempunyai tugas menghafal dan menjelaskannya.
¨bÎ) $uZøn=tã ¼çmyè÷Hsd ¼çmtR#uäöè%ur ÇÊÐÈ #sÎ*sù çm»tRù&ts% ôìÎ7¨?$$sù ¼çmtR#uäöè% ÇÊÑÈ §NèO ¨bÎ) $uZøn=tã ¼çmtR$ut/
Artinya: Sesungguhnya atas tanggungan
kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya.
Apabila kami Telah selesai membacakannya
Maka ikutilah bacaannya itu.
Kemudian, Sesungguhnya atas tanggungan
kamilah penjelasannya.
Adapun
tentang pengertian tafsir berdasarkan istilah, para ulama’ banyak memberikan
komentar, antara lain sebagai berikut:
a.
Menurut Al-Kilabi dalam At-Tashil
التفسير شرح القران وبيان
معناه والافصاح بما يقضيه بنصه
Artinya: tafsir adalah uraian yang
menjelaskan Al-Qur’an, menerangkan maknanya dan menjelaskan apa yang
dikehendaki dengan nash, isyarat, atau tujuannya.[7]
b.
Menurut syekh Al-Jazairi dalam Shahib At-Taujih:
Artinya: tafsir pada hakikatnya
menjelaskan lafadz yang sukar dipahami oleh pendengar dengan mengemukakan
lafadz sinonimnya atau makna yang mendekatinya atau dengan jalan mengemukakan
salah satu dilalah lafadz tersebut.
c. Menurut Abu Hayyan
Artinya; tafsir adalah ilmu mengenai
cara pengucapan lafadz-lafadz Al-Qur’an serta cara mengungkapkan petunjuk,
kandungan-kandungan hukum, dan makan-makna yang terkandung di dalamnya.
d. Menurut Az-Zarkasyi:
Artinya: tafsir adalah ilmu yang
digunakan untuk memahami dan menjelaskan makna-makna kitab Allah uang
diturunkan kepada Nabi-Nya Muhammad SAW, serta menyimpulkan kandungan-kandungan
hukum dan hikmahnya.[8]
Berdasarkan
beberapa rumusan tafsir yang dikemukakan para ulama’ tersebut, dapat ditarik
kesimpulan bahwa tafsir adalah suatu hasil usaha tanggapan, penalaran dan
ijtihad manusia untuk menyingkapkan nilai-nilai samawi yang terdapat dalam
Al-Qur’an.
3.
Defenisi Takwil
Pemahamn literal terhadap teks ayat
Al-Qur’an tidak jarang menimbulkan problem atau ganjalan-ganjalan dalam
pemikiran, apalagi ketika pemahaman tersebut dihadapkan dengan kenyataan
social, hakikat ilmiah, atau keagamaan.
Dahulu sebagian ulama’ merasa puas
dengan menyatakan bahwa “Allahu a’lam bimuradihi” (Allah mengetahui maksudnya).
Tetapi, ini tentunya tidak memuaskan banyak pihak, apalagi dewasa ini. Karena
itu, sedikit demi sedikit sikap seperti itu berubah dan para mufassir akhirnya
beralih pandangan dengan jalan menggunakan takwil, tamsil, atau metafora.
Memang, literalisme seringkali mempersempit makna, berbeda dengan pen-takwil-an
yang memperluas makna sekaligus tidak menyimpang darinya.
Tentunya kita dapat menggunakan
takwil tanpa didukung oleh syarat-syarat tertentu. Al-Syatibi mengemukakan dua
syarat pokok bagi pen-takwil-an ayat-ayat Al-Qur’an.
Pertama, makna yang dipilih sesuai
dengan hakikat kebenaran yang diakui oleh mereka yang memiliki otoritas.
Kedua, arti yang dipilih dikenal oleh
bahasa Arab klasik. Syarat yang dikemukakan ini lebih longgar daripada syarat
kelompok Al-Zhahiriyah yang menyatakan bahwa arti yang dipilih tersbut harus
telah dikenal secara populer oleh masyarakat Arab pada masa awal.
Aliran tafsir Muhammad Abduh
mengembangkan lagi syarat pen-takwil-an, sehingga ia banyak mengandalkan akal,
sedangkan factor kebahasaan selam ada kaitan makna pen-takwil-an dengan kata
yang di-takwil-kan. Karena itu, kata jin yang berarti “sesuatu yang tertutup”
diartikan oleh muridnya Rasyid Ridha, diartikan sebagai “kuman yang tertutup
(tidak terlihat oleh pandangan mata).[9]
Takwil sebagaimana yang dikemukakan
diatas, akan sangat membantu dalam memahami dan membumikan Al-Qur’an ditengah
kehidupan modern dewasa ini dan masa yang akan datang.
Kata-kata takwil Al-Qur’an digunakan
dalam tiga ayat Al-Qur’an
$¨Br'sù tûïÏ%©!$# Îû óOÎgÎ/qè=è% Ô÷÷y tbqãèÎ6®Kusù $tB tmt7»t±s? çm÷ZÏB uä!$tóÏGö/$# ÏpuZ÷GÏÿø9$# uä!$tóÏGö/$#ur ¾Ï&Î#Írù's? 3 $tBur ãNn=÷èt ÿ¼ã&s#Írù's? wÎ) ª!$# 3
Artinya: Adapun orang-orang yang dalam
hatinya condong kepada kesesatan, Maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang
mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari
ta'wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta'wilnya melainkan Allah.[10]
ôs)s9ur Nßg»uZ÷¥Å_ 5=»tGÅ3Î/ çm»oYù=¢Ásù 4n?tã AOù=Ïæ Wèd ZpuH÷quur 5Qöqs)Ïj9 tbqãZÏB÷sã ÇÎËÈ ö@yd tbrãÝàZt wÎ) ¼ã&s#Írù's? 4 tPöqt ÎAù't ¼ã&é#Írù's? ãAqà)t úïÏ%©!$# çnqÝ¡nS `ÏB ã@ö7s% ôs% ôNuä!%y` ã@ßâ $uZÎn/u Èd,ysø9$$Î/
Artinya:. Dan
Sesungguhnya kami Telah mendatangkan sebuah Kitab (Al Quran) kepada mereka yang
kami Telah menjelaskannya atas dasar pengetahuan Kami menjadi petunjuk dan
rahmat bagi orang-orang yang beriman.
Tiadalah mereka menunggu-nunggu kecuali
(terlaksananya kebenaran) Al Quran itu. pada hari datangnya kebenaran.
ö@t/ (#qç/¤x. $yJÎ/ óOs9 (#qäÜÏtä ¾ÏmÏJù=ÏèÎ/ $£Js9ur öNÍkÌEù't ¼ã&é#Írù's? 4 y7Ï9ºxx. z>¤x. tûïÏ%©!$# `ÏB óOÎgÎ=ö6s% ( öÝàR$$sù y#øx. c%x. èpt7É)»tã úüÏJÎ=»©à9$# ÇÌÒÈ
Arttinya: Bahkan yang Sebenarnya, mereka mendustakan apa
yang mereka belum mengetahuinya dengan Sempurna padahal belum datang kepada
mereka penjelasannya. Demikianlah orang-orang yang sebelum mereka Telah
mendustakan (rasul). Maka perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang zalim
itu.
Arti takwil menurut lughat berarti
menerangkan, menjelaskan. Kata takwil diambil dari kata awwala-yu’awwilu-takwilan.
Al-Qotthan dan Al-Jurjani berpendapat bahwa arti takwil menurut lughat adalah
ar-ruju’ ila al-ashl (kembali kepada pokokny ).
Adapun arti bahasanya menurut Az-Zarqani adalah sama dengan arti tafsir.[11]
Pengertian takwil menurut para mufassir
dan ulama’
Adapun
mengenai arti takwil menurut istilah, banyak para ulama’ memberikan
pendapatnya. Para mufassir berbeda pendapat tentang pengertian takwil. Terdapat
lebih dari sepuluh pendapat tentang hal itu. Diantara pendapat tersebut adalah
sebagai berikut:
a.
Menurut Al-jurjani berikut ini
Artinya: Memalingkan
suatu lafadz dari makna dzahirnya terhadap makna yang dikandungnya apabila
makna alternative yang dipandangnya sesuai dengan aturan dan ketentuan Al-Kitab
dan As-Sunnah
b.
Menurut defenisi lain:
Artinya: Takwil
ialah mengembalikan sesuatu kepada ghayahnya (tujuannya) yakni menerangkan apa
yang dikehendaki atau apa yang dimaksud.
Diantara
pendapat-pendapat yang dikemukakan oleh para ulama’ ada dua pendapat yang
terkenal, yaitu:
Pendapat
yang pertama adalah pendapat ulama’-ulama’ klasik (salaf/ qudama’). Penddapat
ini mengatakan bahwa takwil dan tafsir itu searti. Oleh karena itu, semua ayat
Al-Qur’an mempunyai takwil, kecuali ayat berikut:[12]
$tBur ãNn=÷èt ÿ¼ã&s#Írù's? wÎ) ª!$# 3
“ Tidak ada yang
mengetahui takwilnya kecuali Allah” (QS 3: 7)
Berdasarkan ayat ini, maka yang
mengetahui ayat-ayat mutasyabih hanyalah Allah SWT. Karena itu, sebagian ulama’
klasik berpendapat bahwa ayat-ayat mutasyabih adalah singkatan-singkatan pada
permulaan-permulaan beberapa surat, karena tiadak ada satu ayat pun dalam
Al-Qur’an yang maknanya tidak diketahui oleh semua manusia selain
singkatan-singkatan ini. Mengingat Al-Qur’an mengatakan bahwa selain Allah
tidak ada yang tahu takwil sebagian ayat, dan tidak ada ayat-ayat yang artinya
tidak diketahui oleh semua manusia.
Pendapat
yang kedua adalah pendapat ulama’ mutaakhir. Pendapat ini mengatakan bahwa
takwil me,punyai makna yang berbeda dengan makna lahir suatu ayat. Oleh karena
itu, tidak semua ayat Al-Qur’an dapat ditakwil, kecuali ayat-ayat mutasyabih.
Dan yang tahu ayat-ayat mutasyabih ini hanyalah Allah. Begitu pula ayat-ayat
yang lahirnya menunjukkan penisbatan dosa kepada Rasul dan Nabi yang suci.
Sedemikian
termasyhur pendapat ini, sampai-sampai kata takwil diartikan sebagai berbeda
dengan makna lahir. Begitu pula, menafsirkan ayat yang berbeda dengan makna
lahirnya, dengan alas an yang mereka sebut takwil merupakan tema yang dikenal
luas, padahal tema tersebut mengandung kontradiksi.
Walaupun
sangat terkenal, pendapat ini tidak sesuai dengan aya-ayat Al-Qur’an, karena.
Pertama,
perkataan Al-qur’an
ö@yd tbrãÝàZt wÎ) ¼ã&s#Írù's? 4
Artinya: Tiadalah mereka menunggu-nunggu kecuali
(terlaksananya kebenaran)
Kedua,
akibat dari pendapat ini ialah karena ada ayat-ayat Al-qur’an yang pengertian
hakiki ayat-ayat itu tidak jelas dan tidak diketahui oleh manusia, dan yang
mengetahuinya hanyalah Allah. Ucapan yang tidak jelas maksudnya adalah bukanlah
merupakan ucapan yang indah, padahal Al-Qur’an telah membuktikan keunggulannya
dalam keindahan bahasa kepada dunia sastra.
Ketiga,
berdasarkan pendapat ini, maka tidak sempurnalah penalaran Al-Qur’an, karena:
xsùr& tbrã/ytFt tb#uäöà)ø9$# 4 öqs9ur tb%x. ô`ÏB ÏZÏã Îöxî «!$# (#rßy`uqs9 ÏmÏù $Zÿ»n=ÏF÷z$# #ZÏW2 ÇÑËÈ
Artinya: Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran?
kalau kiranya Al Quran itu bukan
dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di
dalamnya.
Salah
satu bukti bahwa Al-Qur’an bukanlah perkataan manusia adalah tidak adanya
pertentangan antara makna dan maksud ayat-ayatnya, meskipun jarak masa turunnya
lama, berbeda kondisi dan sebab turunnya.
Keempat,
sama sekali tidak ada alasan bahwa menakwilkan ayat-ayat muhkam dan mutasyabih
berarti bertentangan dengan makna lahir ayat itu, dan arti semacam itu tidak
terdapat pada apa yang disebut “takwil”.
Sebelum
menutup persoalan ini, kita garis bawahi bahwa tidaklah tepat men-takwil-kan
suatu ayat, semata-mata berdasarkan pertimbangan akal dan mengabaikan factor kebahasaan
yang terdapat dalam teks ayat, lebih-lebih bila pertentangan dengan
prinsip-prinsip kaidah kebahasaan. Karena hal ini berarti mengabaikan ayat itu
sendiri.
C. Perbedaan
Tarjamah, tafsir, dan Takwil
Perbedaan tafsir dan takwil di satu
pihak dan terjemah di lain pihak adalah tafsir dan takwil berupaya menjelaskan
makna setiap kata di dalam Al-Qur’an, sedangkan terjemah hanya mengalihkan
bahasa Al-Qur’an yang berasal dari bahasa Arab kedalam bahasa non Arab.
Adapun perbedaan tafsir dan takwil
itu sendiri dapat dijelaskan sebagai berikut:[13]
Tafsir
|
Takwil
|
1.
Ar-Raghif Al-Asfahani:
Lebih umum dan lebih banyak digunakan
untuk lafadz dan kosakata dalam kitab-kitab yang diturunkan Allah dan
kitab-kitab lainnya.
2.
Menerangkan lafadz yang tak menerima selain dari satu arti
3.
Al-Maturidi: Menetapkan apa yang dikehendaki ayat dan
menetapkan seperti yang dikehendaki Allah
4.
Abu Thalib Ats-Tsa’labi: Menerangkan makna lafadz, baik
berupa hakikat atau majaz.
|
1.
Ar-Raghif Al-Adhfahani: lebih banyak dipergunakan makna
dan kalimat dalam kitab-kitab yang diturunkan Allah saja.
2.
Menetapkan makna yang dikehendaki suatu lafadz yang dapat
menerima banyak makna karena didukung oleh dalil.
3.
Menyeleksi salah satu makna yang mungkin diterima oleh
suatu ayat tanpa meyakinkan bahwa itulah yang dikehendaki Allah.
4.
Abu Thalib Ats-Tsa’labi: Menafsirkan bathin lafadz.
|
D. Hukum-hukumnya
Sepanjang
sejarah penafsiran Al-Qur’an mencatat adanya peringkat validitas tafsir dan
gradasinya sesuai dengan referensi tafsir Al-Qur’an itu sendiri. Gradasi validitas
itu dapat disingkat sebagai berikut:
Pertama, penafsiran Al-Qur’an oleh Al-Qur’an
Kedua, penafsiran Al-Qur’an oleh Rasulullah
Ketiga, penafsiran Al-Qur’an oleh sahabat
Keempat, penafsiran Al-Qur’an oleh Tabi’in dan
Tabi’it-tabi’in
Kelima, penafsiran Al-Qur’an oleh
muta’akhiriin.
Disamping
itu perlu juga dicatat bahwa referensi tafsir Al-Qur’an pada masa sahabat
adalah Al-Qur’an, Rasulullah, Allah, ijtihad dan kekuatan beristinbath; serta
pendapat para Ahlul Kitabbbaik Nasrani maupun Yahudi.
Penafsiran
Al-Qur’an dengan Al-Qur’an, sebagai validitas pertama, menduduki gradasi
teratas. Penafsiran peringkat ini dapat mengambil berbagai bentuk. Kedua
penafsiran Al-Qur’an oleh Rasulullah, sebagaimana yang dimaksud dalam ayat 44
surat An-Nahl:
ÏM»uZÉit7ø9$$Î/ Ìç/9$#ur 3 !$uZø9tRr&ur y7øs9Î) tò2Ïe%!$# tûÎiüt7çFÏ9 Ĩ$¨Z=Ï9 $tB tAÌhçR öNÍkös9Î) öNßg¯=yès9ur crã©3xÿtGt ÇÍÍÈ
Artinya:
Keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. dan kami turunkan
kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang Telah
diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan,Yakni: perintah-perintah,
larangan-larangan, aturan dan lain-lain yang terdapat dalam Al Quran.
Berdasarkan
ayat diatas, jelaslah bahwa Nabi Muhammad SAW bertugas dan berwenang
menerangkan makna-makna Al-Qur’an. Sehingga pantas kiranya bahwa beliau
mendudukiperingakat teratas dalam menafsirkan Al-Qur’an karena kelebihan yang
dimiliki oleh Nabi Muhammad dibandingkan dengan Nabi-nabi yang lain, disamping
itu pula Al-Qur;an merupakan salah satu Mukjizat yang terbesar dianatara
mukjizat-mukjizat yang lain.
DAFTAR PUSTAKA
- Allamah Muhammad Husein Thabatthaba’i, Mengungkap
Rahasia Al-Qur’an, Penerbit mizan Bandung 1993
- Ash-Shiddieqy, TM Hasbi, Sejarah dan Pengantar
Ilmu Al-Qur’an, Bulan Bintang Jakarta 1994
- Drs. Rosihan Anwar, M.Ag. Ulumul Qur’an, penerbit PUSTAKA SETIA Bandung
2000
- M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an,
PT. Mizan Pustaka Bandung 2009
- Muhammad
Ali Ash-Shabuni, Tafsir Ayat Ahkam, PT. bina ilmu Surabaya 2003
- Prof. Drs. H. Sa’ad Abdul Wahid, Tafsir
Al-Hidayah, Suara Muhammadiyah Yogyakarta 2004
[1]
Depag RI, Al-Qur’an dan terjemahnya
[2]
Ibid
[3]
Mohammad Ali As-Shabuni, At-Tibyan fi ulum Al-Qur’an, Maktabah Al-Ghazali ,
Damaskus, 1390, hlm 277
[4]
Al-Jurjani Al-Ta’rifat, At-Thaba’ah wa An-Nasyr wa At-Tauzi, Jeddah, t.t hlm 63
[5]
Ibid
[6]
Allamah M.H. Thabathaba’I, Mengungkap Rahasia Al-Qur’an, hlm. 21
[7]
Ash- Shiddieqy, TM. Hasby, Sejarah dan pengantar ilmu Al-Quran, Jakarta, Bulan
Bintang, Bandung, 1994, hlm 178
[8]
Ibid, hlm. 64
[9]
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an. hlm, 105
[10]
Ibid
[11]
Muhammad Az-Zarqani, Manahil Al-‘Irfan fi ulum Al-Qur’an, Juz 1, Isa Al-Babi
Al-Halabi, Mesir, t.t, hlm. 4-5
[12]
M.H Thabattaba’I 52
[13]
Ash-Shiddieqy, hlm. 181-182
Tidak ada komentar:
Posting Komentar