Kamis, 03 Januari 2013

TARJAMAH, TAFSIR DAN TAKWIL


TARJAMAH, TAFSIR DAN TAKWIL
A.   Pendahuluan
          Al-Qur’an adalah sebuah kitab suci yang abadi untuk semua masa, sedangkan hukum-hukumnya berlaku untuk semua manusia. Karena itu, berlaku baik orang yang hadir pada waktu ia turun maupun yang tidak. Ia sesuai untuk masa yang lalu dan masa yang akan datang, sebagaimana ia sesuai dengan masa yang sekarang.
            Al-Qur’an adalah sumber ajaran islam, kitab suci ini menempati posisi sentral, bukan saja dalam perkembangan dan pengembangan ilmu-ilmu keislaman, tetapi juga merupakan inspirator, pemandu dan pemadu gerakan-gerakan umat islam sepanjang empat belas abad pergerakan umat ini.
Jika demikian itu halnya, maka pemahaman terhadap aya-ayat Al-Qur’an,melalui penafsiran-peanafsirannya mempunyai peranan yang sangat besar bagi maju mundurnya umat, sekaligus, penafsiran-penafsiran itu dapat mencerminkan perkembangan serta corak pemikiran mereka.
Agama islam yang mengandung jalan hidup manusia yang paling sempurna dan memuat ajaran yang menuntn uamt manusia kepada kebahagiaan dan kesejahteraan, dapat diketahui dasar-dasar perundang-undangannya melalui Al Qur’an. Al-Qur’an adalah sumber  utama dan mata air yang memancarkan ajaran islam yang mengandung serangkaian pengertian tentang akidah, pokok-pkok akhlak dan perbuatan dapat dijumpai sumbernya yang asli dalam ayat Al-Qur’an. Allah berfirman
¨bÎ) #x»yd tb#uäöà)ø9$# Ïöku ÓÉL¯=Ï9 šÏf ãPuqø%r& çŽÅe³u;ãƒur tûüÏZÏB÷sßJø9$# tûïÏ%©!$# tbqè=yJ÷ètƒ ÏM»ysÎ=»¢Á9$# ¨br& öNçlm; #\ô_r& #ZŽÎ6x. ÇÒÈ
Artinya:  Sesungguhnya Al Qur’an Ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu'min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar.[1]
4 $uZø9¨tRur šøn=tã |=»tGÅ3ø9$# $YZ»uö;Ï? Èe@ä3Ïj9 &äóÓx« Yèdur ZpyJômuur 3uŽô³ç0ur tûüÏJÎ=ó¡ßJù=Ï9 ÇÑÒÈ
Artinya: Dan kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri[2]
            Al-Qur’an Al-Karim, yang merupakan sumber utama ajaran Islam, berfungsi sebagai “petunjuk kejalan yang sebaik-baiknya”
ô`tBur ôM¤ÿyz ¼çmãYƒÎºuqtB y7Í´¯»s9'ré'sù tûïÏ%©!$# (#ÿrãÅ¡yz Nåk|¦àÿRr& $yJÎ/ (#qçR%x. $uZÏG»tƒ$t«Î/ tbqßJÎ=ôàtƒ ÇÒÈ
Artinya: Dan siapa yang ringan timbangan kebaikannya, Maka Itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri, disebabkan mereka selalu mengingkari ayat-ayat kami.
Demi kebahagian hidup manusia di dunia dan akhirat. Petunjuk-petunjuk tersebut banyak yang bersifat umum dan global, sehingga penjelasan dan penjabarannya dibebankan kepada Nabi Muhammad SAW.
            Dikarenakan Al-Qur’an masih bersifat umum dan global serta banyaknya ayat-ayat yang musybbihat/ mutsyabih membuat Al-Qur’an perlu dikupas dan di[elajari terkait apa yang ada dalam balik ayat tesebut untuk lebih mudah mempelajari isi dari kandungan Al-qur’an tersebut. Sehingga banyak ilmu yang dimunculkan dari Al_qur’an itu sendiri. Seperti Tarjamh, tafsir dan takwil. Sekilas kata-kata tersebut memilik kesamaan, akan tetapi sangat jauh berbeda. Maka dari itu disini [enulis mencoba untuk sedikit menjelaskan apa yang  dimaksud dengan terjemah, tafsir .dan takwil.
B.     Defenisi tarjamah, tafsir dan takwil
1.      Defenisi tarjamah
Arti tarjamah menurut bahasa adalah salinan dari suatu bahasa ke bahasa yang lain atau mengganti, menyalin, memindahkan kalimat dari suati bahasa ke bahasa yang lain. Adapun yang dimaksud dengan tarjamah Al-Qur’an adalah seperti yang dikemukakan oleh Ash Shabuni:
“Memindahkan Al-Qur’an ke bahasa lain yang bukan bahasa arab dan mencetak terjemah ini kedalam beberapa naskah untuk dibaca orang yang tidak mengerti bahasa arab sehingga ia dapat memahami kitab Allah dengan perantara terjemah itu.[3]
Pada dasarnya ada tiga corak penerjemahan, yaitu:
a.       Terjemah maknawiyah tafsiriyah, yaitu menerangkan makna atau kalimat dan mensyarahkannya, namun tidak terikat oleh leterleknya, melainkan oleh makna dan tujuan kalimat aslinya. Terjemah semacam ini (dengan corak lain) sinonim dengan tafsir.
b.      Terjemah harfiyah bi al mistli, yaitu menyalin atau mengganti kata-kata dari bahasa asli dengan kata sinonimnya (murodif)-nya kedalam bahasa baru dan terikat oleh bahasa aslinya.
c.       Terjemah harfiyah bi dzuni al mitsli, yaitu menyalin atau mengganti kata-kata bahasa asli kedalam bahasa lain dengan memperhatikan urutan makna dan segi sastranya, menurut kemampuan penerjemahnya
Dalam menerjemahkan Al-Qur’an, hendaknya memenuhi syarat-syarat sebagai berikut.
a.       Penerjemah hendaknya mengetahui bahasa asli dan bahasa terjemah
b.      Penerjemah mampu mendalami dan menguasai uslub-uslub dan keistimewaan-    keistimewaan bahas yang diterjemahkan.
c.       Sighat (bentuk) terjemahannya benar dan apabila dituangkan kembali ke dalam bahasa aslinya tidak terdapat kesalahan.
d.      Terjemahan itu harus mewakili arti dan maksud bahasa asli dengan lengkap dan sempurna.
2.      Defenisi tafsir
Penafsiran Al-Qur’an setelah Rasulullah wafat dirasakan sangat penting dan perlu ketika terjadi kasus-kasus hukum yang sebelumnya tidak pernah ada di zaman Rasulullah. Maka, segera diperlukan istinbath hukum dikalangan mereka. Mereka pun kadang-kadang berbeda pendapat, ealaupun dalam kasus yang sama.
Kata tafsir diambil dari kata fassara-yufassiru-tafsiran yang berarti keterangan atau uraian. Al-Jurjani berpendapat bahwa kata tafsir menurut peengertian bahasa adalah al-kasyf wa al-izhar yang artinya menyingkap (membuka) dan melahirkan.[4]
Pada dasarnya pengertian tafsir berdasarkan etimologis, berrti membuka sesuatu yang tertutup atau membuka makna dari kata yang sulit untuk dipahami. Adapun makna tafsir secara terminologis ialah ilmu untuk memahami kitab suci Al-Qur’an sehinngga jelaslah makna, hukum, dan hikmah yang terkandung didalamnya. Dengan demikian, tafsir atau ilmu tafsir adalah salah satu cabang disiplin ilmu agama islam.
Sejalan dengan huku alam, bahwa Allah mengutus Rasulnya dengan menggunakan bahasa arab.
!$tBur $uZù=yör& `ÏB @Aqߧ žwÎ) Èb$|¡Î=Î/ ¾ÏmÏBöqs% šúÎiüt7ãŠÏ9 öNçlm; ( @ÅÒãŠsù ª!$# `tB âä!$t±o Ïôgtƒur `tB âä!$t±o 4 uqèdur âƒÍyèø9$# ÞOÅ3ysø9$# ÇÍÈ
Artinya: Kami tidak mengutus seorang rasulpun, melainkan dengan bahasa kaumnya supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka. Maka Allah menyesatkan siapa yang dia kehendaki, dan memberi petunjuk kepada siapa yang dia kehendaki. dan Dia-lah Tuhan yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.[5]
Al Quran diturunkan dalam bahasa Arab itu, bukanlah berarti bahwa Al Qu'an untuk bangsa Arab saja tetapi untuk seluruh manusia.
Disesatkan Allah berarti: bahwa orang itu sesat berhubung keingkarannya dan tidak mau memahami petunjuk-petunjuk Allah. dalam ayat ini, Karena mereka itu ingkar dan tidak mau memahami apa sebabnya Allah menjadikan nyamuk sebagai perumpamaan, Maka mereka itu menjadi sesat.[6]
Secara alamiah, pemahamn Nabi Muhammad SAW terhadap Al-Qur’an bersifat umum dan rinci. Karena, Nabi mempunyai tugas menghafal dan menjelaskannya.
¨bÎ) $uZøŠn=tã ¼çmyè÷Hsd ¼çmtR#uäöè%ur ÇÊÐÈ #sŒÎ*sù çm»tRù&ts% ôìÎ7¨?$$sù ¼çmtR#uäöè% ÇÊÑÈ §NèO ¨bÎ) $uZøŠn=tã ¼çmtR$uŠt/   
Artinya: Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya.
Apabila kami Telah selesai membacakannya Maka ikutilah bacaannya itu.
Kemudian, Sesungguhnya atas tanggungan kamilah penjelasannya.
Adapun tentang pengertian tafsir berdasarkan istilah, para ulama’ banyak memberikan komentar, antara lain sebagai berikut:
a.    Menurut Al-Kilabi dalam At-Tashil
التفسير شرح القران وبيان معناه والافصاح بما يقضيه بنصه
Artinya: tafsir adalah uraian yang menjelaskan Al-Qur’an, menerangkan maknanya dan menjelaskan apa yang dikehendaki dengan nash, isyarat, atau tujuannya.[7]

b.   Menurut syekh Al-Jazairi dalam Shahib At-Taujih:
        Artinya: tafsir pada hakikatnya menjelaskan lafadz yang sukar dipahami oleh pendengar dengan mengemukakan lafadz sinonimnya atau makna yang mendekatinya atau dengan jalan mengemukakan salah satu dilalah lafadz tersebut.
c.  Menurut Abu Hayyan
Artinya; tafsir adalah ilmu mengenai cara pengucapan lafadz-lafadz Al-Qur’an serta cara mengungkapkan petunjuk, kandungan-kandungan hukum, dan makan-makna yang terkandung di dalamnya.
d. Menurut Az-Zarkasyi:
Artinya: tafsir adalah ilmu yang digunakan untuk memahami dan menjelaskan makna-makna kitab Allah uang diturunkan kepada Nabi-Nya Muhammad SAW, serta menyimpulkan kandungan-kandungan hukum dan hikmahnya.[8]
                       Berdasarkan beberapa rumusan tafsir yang dikemukakan para ulama’ tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa tafsir adalah suatu hasil usaha tanggapan, penalaran dan ijtihad manusia untuk menyingkapkan nilai-nilai samawi yang terdapat dalam Al-Qur’an.
3.      Defenisi Takwil
           Pemahamn literal terhadap teks ayat Al-Qur’an tidak jarang menimbulkan problem atau ganjalan-ganjalan dalam pemikiran, apalagi ketika pemahaman tersebut dihadapkan dengan kenyataan social, hakikat ilmiah, atau keagamaan.
           Dahulu sebagian ulama’ merasa puas dengan menyatakan bahwa “Allahu a’lam bimuradihi” (Allah mengetahui maksudnya). Tetapi, ini tentunya tidak memuaskan banyak pihak, apalagi dewasa ini. Karena itu, sedikit demi sedikit sikap seperti itu berubah dan para mufassir akhirnya beralih pandangan dengan jalan menggunakan takwil, tamsil, atau metafora. Memang, literalisme seringkali mempersempit makna, berbeda dengan pen-takwil-an yang memperluas makna sekaligus tidak menyimpang darinya.
           Tentunya kita dapat menggunakan takwil tanpa didukung oleh syarat-syarat tertentu. Al-Syatibi mengemukakan dua syarat pokok bagi pen-takwil-an ayat-ayat Al-Qur’an.
           Pertama, makna yang dipilih sesuai dengan hakikat kebenaran yang diakui oleh mereka yang memiliki otoritas.
           Kedua, arti yang dipilih dikenal oleh bahasa Arab klasik. Syarat yang dikemukakan ini lebih longgar daripada syarat kelompok Al-Zhahiriyah yang menyatakan bahwa arti yang dipilih tersbut harus telah dikenal secara populer oleh masyarakat Arab pada masa awal.
           Aliran tafsir Muhammad Abduh mengembangkan lagi syarat pen-takwil-an, sehingga ia banyak mengandalkan akal, sedangkan factor kebahasaan selam ada kaitan makna pen-takwil-an dengan kata yang di-takwil-kan. Karena itu, kata jin yang berarti “sesuatu yang tertutup” diartikan oleh muridnya Rasyid Ridha, diartikan sebagai “kuman yang tertutup (tidak terlihat oleh pandangan mata).[9]
           Takwil sebagaimana yang dikemukakan diatas, akan sangat membantu dalam memahami dan membumikan Al-Qur’an ditengah kehidupan modern dewasa ini dan masa yang akan datang.
Kata-kata takwil Al-Qur’an digunakan dalam tiga ayat Al-Qur’an
$¨Br'sù tûïÏ%©!$# Îû óOÎgÎ/qè=è% Ô÷÷ƒy tbqãèÎ6®KuŠsù $tB tmt7»t±s? çm÷ZÏB uä!$tóÏGö/$# ÏpuZ÷GÏÿø9$# uä!$tóÏGö/$#ur ¾Ï&Î#ƒÍrù's? 3 $tBur ãNn=÷ètƒ ÿ¼ã&s#ƒÍrù's? žwÎ) ª!$# 3
Artinya: Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, Maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta'wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta'wilnya melainkan Allah.[10]
ôs)s9ur Nßg»uZ÷¥Å_ 5=»tGÅ3Î/ çm»oYù=¢Ásù 4n?tã AOù=Ïæ Wèd ZpuH÷quur 5Qöqs)Ïj9 tbqãZÏB÷sムÇÎËÈ ö@yd tbrãÝàZtƒ žwÎ) ¼ã&s#ƒÍrù's? 4 tPöqtƒ ÎAù'tƒ ¼ã&é#ƒÍrù's? ãAqà)tƒ šúïÏ%©!$# çnqÝ¡nS `ÏB ã@ö7s% ôs% ôNuä!%y` ã@ßâ $uZÎn/u Èd,ysø9$$Î/

Artinya:.  Dan Sesungguhnya kami Telah mendatangkan sebuah Kitab (Al Quran) kepada mereka yang kami Telah menjelaskannya atas dasar pengetahuan Kami menjadi petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.
      Tiadalah mereka menunggu-nunggu kecuali (terlaksananya kebenaran) Al Quran itu. pada hari datangnya kebenaran.
ö@t/ (#qç/¤x. $yJÎ/ óOs9 (#qäÜŠÏtä ¾ÏmÏJù=ÏèÎ/ $£Js9ur öNÍkÌEù'tƒ ¼ã&é#ƒÍrù's? 4 y7Ï9ºxx. z>¤x. tûïÏ%©!$# `ÏB óOÎgÎ=ö6s% ( öÝàR$$sù y#øx. šc%x. èpt7É)»tã šúüÏJÎ=»©à9$# ÇÌÒÈ
Arttinya: Bahkan yang Sebenarnya, mereka mendustakan apa yang mereka belum mengetahuinya dengan Sempurna padahal belum datang kepada mereka penjelasannya. Demikianlah orang-orang yang sebelum mereka Telah mendustakan (rasul). Maka perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang zalim itu.
                   Arti takwil menurut lughat berarti menerangkan, menjelaskan. Kata takwil diambil dari kata awwala-yu’awwilu-takwilan. Al-Qotthan dan Al-Jurjani berpendapat bahwa arti takwil menurut lughat adalah ar-ruju’ ila al-ashl (kembali kepada pokokny ).  Adapun arti bahasanya menurut Az-Zarqani adalah sama dengan arti tafsir.[11]
Pengertian takwil menurut para mufassir dan ulama’
                 Adapun mengenai arti takwil menurut istilah, banyak para ulama’ memberikan pendapatnya. Para mufassir berbeda pendapat tentang pengertian takwil. Terdapat lebih dari sepuluh pendapat tentang hal itu. Diantara pendapat tersebut adalah sebagai berikut:
a.       Menurut Al-jurjani berikut ini
Artinya: Memalingkan suatu lafadz dari makna dzahirnya terhadap makna yang dikandungnya apabila makna alternative yang dipandangnya sesuai dengan aturan dan ketentuan Al-Kitab dan As-Sunnah
b.      Menurut defenisi lain:
Artinya: Takwil ialah mengembalikan sesuatu kepada ghayahnya (tujuannya) yakni menerangkan apa yang dikehendaki atau apa yang dimaksud.
                 Diantara pendapat-pendapat yang dikemukakan oleh para ulama’ ada dua pendapat yang terkenal, yaitu:
                 Pendapat yang pertama adalah pendapat ulama’-ulama’ klasik (salaf/ qudama’). Penddapat ini mengatakan bahwa takwil dan tafsir itu searti. Oleh karena itu, semua ayat Al-Qur’an mempunyai takwil, kecuali ayat berikut:[12]
$tBur ãNn=÷ètƒ ÿ¼ã&s#ƒÍrù's? žwÎ) ª!$# 3
“ Tidak ada yang mengetahui takwilnya kecuali Allah” (QS 3: 7)
Berdasarkan ayat ini, maka yang mengetahui ayat-ayat mutasyabih hanyalah Allah SWT. Karena itu, sebagian ulama’ klasik berpendapat bahwa ayat-ayat mutasyabih adalah singkatan-singkatan pada permulaan-permulaan beberapa surat, karena tiadak ada satu ayat pun dalam Al-Qur’an yang maknanya tidak diketahui oleh semua manusia selain singkatan-singkatan ini. Mengingat Al-Qur’an mengatakan bahwa selain Allah tidak ada yang tahu takwil sebagian ayat, dan tidak ada ayat-ayat yang artinya tidak diketahui oleh semua manusia.
                 Pendapat yang kedua adalah pendapat ulama’ mutaakhir. Pendapat ini mengatakan bahwa takwil me,punyai makna yang berbeda dengan makna lahir suatu ayat. Oleh karena itu, tidak semua ayat Al-Qur’an dapat ditakwil, kecuali ayat-ayat mutasyabih. Dan yang tahu ayat-ayat mutasyabih ini hanyalah Allah. Begitu pula ayat-ayat yang lahirnya menunjukkan penisbatan dosa kepada Rasul dan Nabi yang suci.
                 Sedemikian termasyhur pendapat ini, sampai-sampai kata takwil diartikan sebagai berbeda dengan makna lahir. Begitu pula, menafsirkan ayat yang berbeda dengan makna lahirnya, dengan alas an yang mereka sebut takwil merupakan tema yang dikenal luas, padahal tema tersebut mengandung kontradiksi.
                 Walaupun sangat terkenal, pendapat ini tidak sesuai dengan aya-ayat Al-Qur’an, karena.
                 Pertama, perkataan Al-qur’an
ö@yd tbrãÝàZtƒ žwÎ) ¼ã&s#ƒÍrù's? 4
Artinya: Tiadalah mereka menunggu-nunggu kecuali (terlaksananya kebenaran)
                 Kedua, akibat dari pendapat ini ialah karena ada ayat-ayat Al-qur’an yang pengertian hakiki ayat-ayat itu tidak jelas dan tidak diketahui oleh manusia, dan yang mengetahuinya hanyalah Allah. Ucapan yang tidak jelas maksudnya adalah bukanlah merupakan ucapan yang indah, padahal Al-Qur’an telah membuktikan keunggulannya dalam keindahan bahasa kepada dunia sastra.
                 Ketiga, berdasarkan pendapat ini, maka tidak sempurnalah penalaran Al-Qur’an, karena:
Ÿxsùr& tbr㍭/ytFtƒ tb#uäöà)ø9$# 4 öqs9ur tb%x. ô`ÏB ÏZÏã ÎŽöxî «!$# (#rßy`uqs9 ÏmŠÏù $Zÿ»n=ÏF÷z$# #ZŽÏWŸ2 ÇÑËÈ
Artinya: Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran? kalau kiranya Al Quran itu bukan      dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya.
                 Salah satu bukti bahwa Al-Qur’an bukanlah perkataan manusia adalah tidak adanya pertentangan antara makna dan maksud ayat-ayatnya, meskipun jarak masa turunnya lama, berbeda kondisi dan sebab turunnya.
                 Keempat, sama sekali tidak ada alasan bahwa menakwilkan ayat-ayat muhkam dan mutasyabih berarti bertentangan dengan makna lahir ayat itu, dan arti semacam itu tidak terdapat pada apa yang disebut “takwil”.
                 Sebelum menutup persoalan ini, kita garis bawahi bahwa tidaklah tepat men-takwil-kan suatu ayat, semata-mata berdasarkan pertimbangan akal dan mengabaikan factor kebahasaan yang terdapat dalam teks ayat, lebih-lebih bila pertentangan dengan prinsip-prinsip kaidah kebahasaan. Karena hal ini berarti mengabaikan ayat itu sendiri.
C. Perbedaan Tarjamah, tafsir, dan Takwil
           Perbedaan tafsir dan takwil di satu pihak dan terjemah di lain pihak adalah tafsir dan takwil berupaya menjelaskan makna setiap kata di dalam Al-Qur’an, sedangkan terjemah hanya mengalihkan bahasa Al-Qur’an yang berasal dari bahasa Arab kedalam bahasa non Arab.
           Adapun perbedaan tafsir dan takwil itu sendiri dapat dijelaskan sebagai berikut:[13]
Tafsir
Takwil
1.      Ar-Raghif Al-Asfahani:
Lebih umum dan lebih banyak digunakan untuk lafadz dan kosakata dalam kitab-kitab yang diturunkan Allah dan kitab-kitab lainnya.
2.      Menerangkan lafadz yang tak menerima selain dari satu arti
3.      Al-Maturidi: Menetapkan apa yang dikehendaki ayat dan menetapkan seperti yang dikehendaki Allah
4.      Abu Thalib Ats-Tsa’labi: Menerangkan makna lafadz, baik berupa hakikat atau majaz. 
1.      Ar-Raghif Al-Adhfahani: lebih banyak dipergunakan makna dan kalimat dalam kitab-kitab yang diturunkan Allah saja.
2.      Menetapkan makna yang dikehendaki suatu lafadz yang dapat menerima banyak makna karena didukung oleh dalil.
3.      Menyeleksi salah satu makna yang mungkin diterima oleh suatu ayat tanpa meyakinkan bahwa itulah yang dikehendaki Allah.
4.      Abu Thalib Ats-Tsa’labi: Menafsirkan bathin lafadz. 

D. Hukum-hukumnya
                 Sepanjang sejarah penafsiran Al-Qur’an mencatat adanya peringkat validitas tafsir dan gradasinya sesuai dengan referensi tafsir Al-Qur’an itu sendiri. Gradasi validitas itu dapat disingkat sebagai berikut:
Pertama, penafsiran Al-Qur’an oleh Al-Qur’an
Kedua, penafsiran Al-Qur’an oleh Rasulullah
Ketiga, penafsiran Al-Qur’an oleh sahabat
Keempat, penafsiran Al-Qur’an oleh Tabi’in dan Tabi’it-tabi’in
Kelima, penafsiran Al-Qur’an oleh muta’akhiriin.
                 Disamping itu perlu juga dicatat bahwa referensi tafsir Al-Qur’an pada masa sahabat adalah Al-Qur’an, Rasulullah, Allah, ijtihad dan kekuatan beristinbath; serta pendapat para Ahlul Kitabbbaik Nasrani maupun Yahudi.
                 Penafsiran Al-Qur’an dengan Al-Qur’an, sebagai validitas pertama, menduduki gradasi teratas. Penafsiran peringkat ini dapat mengambil berbagai bentuk. Kedua penafsiran Al-Qur’an oleh Rasulullah, sebagaimana yang dimaksud dalam ayat 44 surat An-Nahl:
ÏM»uZÉit7ø9$$Î/ ̍ç/9$#ur 3 !$uZø9tRr&ur y7øs9Î) tò2Ïe%!$# tûÎiüt7çFÏ9 Ĩ$¨Z=Ï9 $tB tAÌhçR öNÍköŽs9Î) öNßg¯=yès9ur šcr㍩3xÿtGtƒ ÇÍÍÈ
Artinya:  Keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. dan kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang Telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan,Yakni: perintah-perintah, larangan-larangan, aturan dan lain-lain yang terdapat dalam Al Quran.
                 Berdasarkan ayat diatas, jelaslah bahwa Nabi Muhammad SAW bertugas dan berwenang menerangkan makna-makna Al-Qur’an. Sehingga pantas kiranya bahwa beliau mendudukiperingakat teratas dalam menafsirkan Al-Qur’an karena kelebihan yang dimiliki oleh Nabi Muhammad dibandingkan dengan Nabi-nabi yang lain, disamping itu pula Al-Qur;an merupakan salah satu Mukjizat yang terbesar dianatara mukjizat-mukjizat yang lain.



                
                                                                       


                                                                                     

DAFTAR PUSTAKA
-  Allamah Muhammad Husein Thabatthaba’i, Mengungkap Rahasia Al-Qur’an, Penerbit mizan Bandung 1993
-  Ash-Shiddieqy, TM Hasbi, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an, Bulan Bintang Jakarta 1994
-  Drs. Rosihan Anwar, M.Ag. Ulumul  Qur’an, penerbit PUSTAKA SETIA Bandung 2000
-  M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, PT. Mizan Pustaka Bandung 2009
-  Muhammad Ali Ash-Shabuni, Tafsir Ayat Ahkam, PT. bina ilmu Surabaya 2003
-  Prof. Drs. H. Sa’ad Abdul Wahid, Tafsir Al-Hidayah, Suara Muhammadiyah Yogyakarta 2004

              






[1] Depag RI, Al-Qur’an dan terjemahnya
[2] Ibid
[3] Mohammad Ali As-Shabuni, At-Tibyan fi ulum Al-Qur’an, Maktabah Al-Ghazali , Damaskus, 1390, hlm 277
[4] Al-Jurjani Al-Ta’rifat, At-Thaba’ah wa An-Nasyr wa At-Tauzi, Jeddah, t.t hlm 63
[5] Ibid
[6] Allamah M.H. Thabathaba’I, Mengungkap Rahasia Al-Qur’an, hlm. 21
[7] Ash- Shiddieqy, TM. Hasby, Sejarah dan pengantar ilmu Al-Quran, Jakarta, Bulan Bintang, Bandung, 1994, hlm         178
[8] Ibid, hlm. 64
[9] M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an. hlm, 105
[10] Ibid
[11] Muhammad Az-Zarqani, Manahil Al-‘Irfan fi ulum Al-Qur’an, Juz 1, Isa Al-Babi Al-Halabi, Mesir, t.t, hlm. 4-5
[12] M.H Thabattaba’I 52
[13] Ash-Shiddieqy, hlm. 181-182

Tidak ada komentar:

Posting Komentar